Selasa, 10 Februari 2009

Kisah : Ketika Para Pemuka Quarisy Mendatangi Abu Thalib

Amarah penduduk Mekah meledak ketika mendengar Rasulullah saw. Terang-terangan menyatakan kesesatan kaum musyrikin, para penyembah berhala. Seakan-akan ada petir menyambar yang menimbulkan suara gemuruh di tengah cuaca yang cerah. Para pemuka Quarisy mengetahui bahwa beriman kepada tuhan yang esa artinya mempercayai bahwa Lata, Uzza, Manata, Hubal, dan tuhan-tuhan selain Allah tidak patut disembah, juga akan membuat kepemimpinanmereka atas seluruh kabilah Arab terkikis. Para pemuka Quraisy ini berpikir, apa yang dapat mereka lakukan kepada seorang pria jujur serta amanah yang semata-mata menyeru mereka menuju akhlak yang mulia? Pria ini belum pernah ada bandingannya selama kurun waktu yang panjang sejah zaman nenek moyang mereka.

Akhirnya, mereka menemukan cara yang tepat Mengapa mereka tidak mendatani orang yang mengasuh dan melindunginya? Abu Thalib menyayangi keponakannya dan berjanji untuk melindunginya. Ketika bertemu dengan Abu Thalib, mereka berkata “Abu Thalib, keponakanmu telah memaki tuhan-tuhan kita, menjelekkan agama kita, dan menyatakan kesesatan leluhur kita. Kamu boleh memilih dua pilihan ini. Hentikan dia atau kamubiarkan kami mengambil tindakan tegas atas dirinya. Kamu tahu sendiri bahwa kamu juga sama dengan kami, tidak sejalan dengan seruannya. Kamu masih memeluk agama kami. Biarkan kami menyingkirkannya”.

Abu Thalib memberi jawaban dengan bahasa yang lembut hingga mereka pergi. Namun, melihat Rasulullah saw. terus melaksanakan aktivitas dakwah, para pemuka Quraisy (Utbah bin Rabi’ah, Abu Jahal, Abu Sufyan bin Harb, al-Ash bin Waa’il, an-Nadhr Ibnul Harits, Uqbah bin Abi Mu’ith, dll) kembali menemui Abu Thalib. Mereka berkata, “Abu Thalib, engaku adalah orang yang terhormat di tengah kami. Kami telah memintamu untuk mencegah ekponakanmu itu, tapi engkau tidak mencegahnya. Demi Allah, kami tidak bias bersabar lagi melihat dia mencaci leluhur kita dan menghina tuhan-tuhan kita. Kamu halangi dia atau kami akan mengambil tindakan keras kepadanya dan kepadamu hingga salah satu dari kita binasa”

Setelah mengutarakan maksud mereka, mereka pun pergi. Perselisihan dan permusuhan dengan kaumnya itu membuat Abu Thalib merasa khawatir dan gelisa. Sementara itu, disisi lain ia tidak sampai hati membiarkan keponakannya disakiti dan diganggu oleh orang-orang itu. Akhirnya, setelah mendengar permintaan tesebut, Abu Thalib memanggil keponakannya, Nabi Muhammad saw. dan berkata, “Keponakankun, kaummu telah mendatangiku. Mereka berkata begini. Kasihanilah diriku dan dirimu. Jangan membebani aku hal yang tidak bias kupikul.?

Rasulullah saw. menyangka bahwa pamannya telah berubah pendirian, hendak berlepas tangan, dan tidak mau melindunginya. Ia tidak sanggup menolongnya lagi. Beliau berujar kepada paman beliau, “Paman, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini, aku tidak akan meninggalkannya hingga aku berhasil menang atau aku mati karena memperjuangkannya.”
Setalah mengucapkan kalimat itu, beliau menangis dan beranjak pergi. Melihat keponakannya seperti itu, Abu Thalib memanggilnya. “Kemarilah, Keponakanku” katanya.
Setelah Rasulullah saw. mendekat, Abu Thalib berkata, “Pergilah, dan katakana apa yang ingin kamu katakana. Demi Allah, aku tidak akan membiarkan mereka mengganggumu.”


Saat Saat Berkesan Bersama Rasulullah by Abdul Aziz Asy-Syinnawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

internet marketing

PocketFavorite.com

Link2Communion.com