Oleh-Oleh mengikuti Seminar bersama dokter-dokter Top
paankbilang.blogspot, Kenal dengan Puyer?
Obat puyer dibuat dari bahan aktif berbentuk serbuk atau bisa juga merupakan
hasil gerusan atau blenderan tablet. Hasilnya dapat ditimbang dengan
timbangan khusus sesuai dosis yang diminta atau dibagi sama banyak. Dosis
dihitung secara akurat berdasarkan berat badan dan umur anak.
Bagi anak-anak, puyer relatif lebih mudah diminum ketimbang obat lain
seperti tablet atau kapsul. Orang tua tinggal mencampurnya dengan sedikit
air di sendok, lalu langsung diminumkan atau menyedotnya dulu dengan pipet
terus dimasukkan ke mulut anak.
Keuntungan lainnya, puyer lebih mudah diserap dan dialirkan pembuluh darah
ke seluruh tubuh ketimbang tablet. Ini karena tubuh tidak perlu "memecah"
(mendisintegrasi) puyer di lambung seperti halnya tablet, tapi langsung
disolusi (dilarutkan) untuk kemudian diabsorpsikan dan disalurkan ke seluruh
tubuh.
Obat puyer dibagi menjadi dua. Pertama, puyer yang dikemas dalam kemasan
khusus oleh pabrik farmasi untuk orang dewasa, seperti puyer sakit kepala.
Kedua, ini yang akan kita bahas, puyer yang merupakan campuran obat dengan
dosis tertentu. Puyer dengan kemasan kertas ini umumnya diberikan untuk bayi
dan anak.
Lalu, apa aja sih risiko pemberian puyer?
1. Menurunnya kestabilan obat
Kenapa?
Karena obat-obatan yang dicampur tersebut punya kemungkinan. berinteraksi
satu sama lain.
2. Bisa jadi obatnya sudah rusak sebelum mencapai sasaran karena proses
penggerusan
Ada obat yang sedemikian rupa dibuat, karena obat tersebut akan hancur oleh
asam lambung. Karena, misalnya, obat itu ditujukan untuk infeksi saluran
pernapasan atas, maka obat tersebut harus dibuat sehingga terlindung dari
asam lambung. Nah, kalo digerus jadi puyer, ya obat itu akan segera hancur
kena asam lambung. Lebih buruk, obat itu bisa jadi malah akan melukai
lambung.
3. Dosis yang berlebihan
Dokter kan nggak mungkin hafal ingredients setiap merek obat. Jadi akan ada
kemungkinan dokter meresepkan 2 merek obat yang berbeda, namun kandungan
aktifnya sama.
4. Sulitnya mendeteksi obat mana yang menimbulkan efek samping
Karena lebih dari satu obat digerus jadi satu, jika terjadi reaksi efek
samping terhadap pasien, akan sulit untuk melacak obat mana yang menimbulkan
reaksi, lha wong obatnya dicampur semua...
Prof. Rianto (pembicara) menyebutkan, ada dokter yang meresepkan sampai 57
obat dalam 1 puyer!!!
5. Kesalahan dalam peracikan obat
Bisa jadi tulisan dokter bisa jadi nggak kebaca dengan benar sama apoteker,
sehingga bisa membuat salah peracikan.
Prof Rianto mencontohkan: Pernah ada pasien asma diberi obat diabetes karena
apoteker salah baca tulisan dokter. Alhasil pasien seketika pingsan, dan
saat sadar, fungsi otaknya sudah tidak bisa kembali seperti semula)
6. Pembuatan puyer dengan cara digerus atau diblender,
Ada sisa obat yg menempel di alatnya (sendok, blender, Back hoe atau alat
penggerus yang lain).
Kemungkinan buruk dari ini adalah:
Pertama, dosis yang berubah karena misal tablet A dosisnya 5 mg, lha karena
digerus dan ada sisa di alatnya, kan bisa jadi obat A tinggal 4,5 mg.
Kedua, Tercampurnya obat beda jenis. Karena sisa gerusan obat di alat tadi,
dan bila alat nggak segera dibersihkan lalu dipakai untuk menggerus obat
lain, yang terjadi adalah?
7. Proses pembuatan obat harus steril
Obat harus dibuat dalam ruangan yang sudah disterilkan (istilah kerennya
sterile room)lha waktu proses pembuatan/penggerusan puyer kan di apotek...
hmmm,... cukup sterile kah?
Apotekernya pake sarung tangan kah?
Sisa obat lain yang sebelumnya digerus, sudah dibersihkan dengan benarkah?
Kalo itu semua (atau salah satu aja) jawabannya adalah: "tidak"
it means: obat yang digerus sudah tercemar.
Yang paling mengerikan : ada obat yang sengaja dibuat slow release, artinya
dalam 1 tablet yang diminum, itu akan larut sedikit demi sedikit di dalam
tubuh. Kalo sudah digerus jadi puyer, obat itu akan seketika larut. Kebayang
kan , berarti akan ada efek dumping...
mampukah tubuh kita menahan efek itu?
Sementara, yang biasa dikasih puyer kan bayi dan anak-anak...
mampukah tubuh kecil mereka menahan efek ini..??
Lebih terhenyak lagi, saat Dr. Moh Shahjahan dari WHO menceritakan bawa
untuk Asian Region, cuma Indonesia yang masih pake puyer.
Even Bangladesh yang miskin itu, sudah lama meninggalkan puyer, karena
dinilai terlalu banyak risks nya ketimbang benefitnya.
Sayang, dari seminar tersebut, para dokter sendiri masih pro dan kontra
mengenai puyer. Kebanyakan yang pro puyer, hanya menyoroti soal murah dan
mudah (kan pasien anak-anak susah minum obat)
... tapi kalo sudah membahayakan jiwa...
masihkah bisa berlindung di balik alasan-alasan tersebut??
So far, yang bisa dilakukan hanyalah menyadari konsumen yang bijak. Bukan
dokter yang akan menanggung efek sampingnya.. .tapi anak-anak kita.. jadi
bijaklah dalam memutuskan apapun yang harus diminum oleh anak...
dr. Purnamawati menyarankan:
1. tanya diagnosa dalam bahasa medis, setiap kali kita berkunjung ke dokter
2. Tiap kali diberi obat (atau resep) tanyakan nama obatnya, kegunaan obat
tersebut, dan efek sampingnya. Usahakan, sebelum ditebus, browsing dulu di
internet, supaya kita benar-benar tahu apa kandungan aktif dari obat
tersebut dan apa efek sampingnya.
Selama kita masih bisa ke dokter, dan dokter masih sempet nulis resep,
artinya keadaan belum emergency. Jadi sempatkan untuk browsing dan/atau cari
2nd opinion.
Kalo keadaan emergency, pasti dokter gak akan nulis resep, tapi akan segera
merujuk ke RS kan?
Soal obat, aku punya pengalaman, dikasih obat penahan rasa sakit sama dokter
(saat itu aku menderita abses peritonsillar di dokter ke 3 baru berhasil
dapetin diagnosa ini, 2 dokter sebelumnya cuma bilang radang tenggorokan),
yang ternyata efek sampingnya: penurunan kesadaran, halusinasi, pendarahan
lambung...
:(
Jadi, ndak usah ditebus aja lah.... masih bisa kok nahan sakit sebentar lagi
Minggu, 15 Februari 2009
Info Puyer : Say "NO" to Puyer!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar